Mengapa kita ada di sini?
Mengapa kita dilahirkan dan menempati dunia yang semakin lama semakin sesak ini?
Pasti ada tujuan! Ya, pasti!
Apakah mencari kebahagiaan? Harta? Atau beribadah saja?
Saya menulis ini, saat saya mulai bosan dengan resolusi orang-orang di tahun baru beberapa minggu yang lalu. Dan itu hampir sama!
Diantaranya ingin sukses, bahagia, memiliki mobil, rumah mewah, atau menjadi ahli ibadah.
Terlepas dari itu semua, saya mulai mereka-reka..
Sebenarnya dunia ini ada untuk apa?
Dengan adanya bermacam-macam makhluk yang diciptakan-Nya, bersuku-suku, ada yang bermata coklat sampai biru.
Berbagai kebudayaan, kebiasaan.
Ada daerah tropis, daerah suhu minus.
Pegunungan, pantai.
Kulit putih, kulit hitam.
Melihat kompleksitas dunia, apa tujuan kita hanya sebatas harta? Kalau Tuhan menciptakan dunia agar manusia berlomba-lomba mencari harta, kenapa ada si miskin dan si kaya?
Orang miskin walaupun sudah bersusah-payah, berjuang sekuat tenaga mencari harta kenapa sampai akhir hayatnya tetap miskin? Kenapa Tuhan tidak berlaku adil dengan melihat usaha siapa yang paling ekstra? Nah!
Atau Tuhan menginginkan kita hanya untuk beribadah kepada-Nya? Sepanjang hidup kita?
Kalau iya, kenapa tidak diciptakan saja kamar-kamar khusus untuk kita tinggali, biar kita bisa khusyu’ beribadah, selalu mengingat-Nya sepanjang waktu. Tidak perlu ada pantai, gunung, dan ciptaan-Nya yang lain yang melihatnya saja kita bisa berdecak kagum?
Sebab itulah, tujuan manusia dilahirkan dan adanya dunia tidak sesimpel itu.
Lihatlah, betapa dunia ini menunggu untuk diselami.
Menyelami perbedaan yang diciptakan Tuhan, saling mengenal satu sama lain, saling menghormati.
Tak perlu menggerutu jika ada yang lebih mancung dari kita, lebih kaya dari kita, atau lebih sukses dibanding kita.
Sebab Tuhan menghendaki kita saling berbagi, berbeda untuk saling melengkapi.
Hidup ini hanya sekali, berkawan dan mengenal orang yang beraneka rupa, menyelami hidup mereka melatih diri untuk berjiwa besar, jiwa yang besar tidak datang spontan, tetapi dilatih.
Dalam buku karya Agustinus Wibowo “Titik Nol”, yang telah melakukan perjalanan ke wilayah Asia Selatan, diantaranya Pakistan. Di daerah yang namanya Thar, daerahnya berupa padang pasir. Hujan pernah tidak turun selama 4 tahun, binatang ternak tinggal tulang belulang. Perjalanan dan perjuangan masyarakat setempat untuk medapatkan setetes air pun membuat kita tak percaya bahwa ada manusia yang bisa hidup di daerah dengan cuaca ekstrim seperti itu. Menyelami kehidupan mereka, membuat kita bersyukur dengan apa yang kita punya dan alami sekarang.
Itulah sejatinya salah satu tujuan dunia ini diciptakan, dengan bermacam-macam suku, ras, budaya, kita dilahirkan untuk saling menyelami satu sama lain agar kita selalu rendah hati dan bersyukur.
***
Makin banyak melakukan perjalanan, berkenalan, dan menghormati orang yang ditemui, semakin bijak pula hidup kita dalam memandang hidup.
Tuhan juga menciptakan dunia yang menakjubkan. Pemandangan eksotis, alam yang penuh historis.
Mereka juga menunggu untuk diselami, bukan untuk pamer banyak uang, atau gara-gara mengikuti tren, biar kekinian.
Tapi Tuhan menciptakan dunia dengan adanya pemandangan eksotis, daerah bersalju, tropis, air terjun, pantai, gunung, gua, dan sebagainya, semuanya untuk mengingatkan kita bahwa kekuasaan-Nya sungguh luar biasa, ciptaan-Nya sungguh tak ada duanya. Akhirnya kembali, kita bersyukur kepada Tuhan, telah melahirkan kita ke dunia dan bisa melihat indahnya ciptaan Tuhan yang menakjubkan.
“Makin banyak melakukan perjalanan, dan mengambil hikmah setiap hal yang dilalui, semakin sering kita bersyukurdan dekat kepada-Nya.”
Bersyukur. Dimulai dari rasa ini, kedekatan kita pada Tuhan akan semakin rapat. Ibadah kita semakin giat. Karena dilahirkan ke dunia, bertemu makhluk ciptaan-Nya yang unik-unik dan ajaib, berkesempatan mengagumi isi dunia, bukan semata-mata karena mengejar surga.
Kalau saja, hidup kita dihabiskan untuk mengejar harta, lalu apa tujuan paling akhirnya? Apakah bahagia? Belum tentu. Masuk surga? Apalagi.
Kebahagiaan seseorang tidak selaras dengan banyaknya uang yang dimiliki. Bahkan ada orang yang semakin kaya malah semakin gelisah.
Tentu kekayaan juga bisa membuat hidup orang semakin berkah. Contohnya ada seorang pengusaha. Beliau merintis usaha dari bawah sampai akhirnya sekarang menjadi sukses. Setiap hari beliau selalu mem-posting tulisan-tulisan yang isinya selalu bersyukur atas nikmat yang Tuhan berikan di akun facebook-nya. Hidupnya selalu berbagi dengan orang yang disekelilingnya, mendorong pegawainya untuk maju, dan saya lihat beliau terlihat bahagia. Nah, bahagia itu selalu dimulai dari rasa syukur.
Ada lagi seseorang yang juga mulai merintis dari bawah dan sukses, punya banyak mobil, banyak rumah. Tapi terkesan selalu kurang puas. Ingin menambah dan menambah terus kekayaannya. Sampai lupa pada sekeliling. Pegawai selalu disuruh-suruh, bossy. Seorang tuan yang baik bukankah yang selalu mendorong semangat anak buahnya untuk bisa lebih melampauinya dan memberikan semangat?
Mungkin beliau merasa bahagia, tapi apakah orang disekelilingnya juga ikut bahagia?
Teringat perkataan ibuku saat kami sedang melintasi rumah yang dalam masa pembangunan, rumah itu sangat mewah, besar, dan gagah.
Ibuku kemudian bilang, “Apan ndelok wong nggawe omah guedhe-gedhe nginiki kok koyok bakal urep sak lawase (kalau lihat orang membangun rumah besar-mewah seperti ini, kok rasanya bakal hidup selamanya).”
Saya jadi teringat, dunia ini tak selamanya. Amat singkat, rugi kalau hanya harta yang dikejar.
“Hidup ini sebenarnya sangat singkat. Benar-benar singkat. Kalau kita berada di pagi hari, ingatlah bahwa boleh jadi kita akan meninggal pada petang hari. Kalau kita berada di petang hari, ingatlah bahwa mungkin saja umur kita tak sampai di pagi hari. Kita benar-benar tidak mengetahui kapan kematian akan datang. Buatlah sebaik-baik persiapan. Sehingga jika ajal tiba-tiba menjemput, kita tidak akan terkejut menyambutnya.” (Agar Kita Bisa Husnul Khatimah, hal. 42)
Hidup yang kekal adalah kehidupan setelah dunia, mari kita persiapkan.
Berharaplah, semoga kita masih diberikan kesempatan untuk menyelami tujuan hidup yang sebenarnya, agar kita mampir di dunia ini tidak sia-sia. Jikalau pun nanti tidak sampai besok kita bisa melihat dunia lagi, mulai dari detik ini perbaiki diri! Tidak ada kata terlambat.